Senin, 01 Juni 2015

Gusti Ora Sare




                Ungkapan Gusti ora sare terdiri dari tiga kata: Gusti (Tuhan), ora (tidak) dan sare (tiduk). Ungkapan ini memiliki arti mendalam dan sangat kaya makna. Dahulu, orang jawa sering memberi nasihat bahwa ketika menginginkan sesuatu, bermohonlah kepada Gusti Allah (Tuhan); ketika memiliki tugas, pekerjaan, atau keinginan, kita disarankan untuk memohon kepada Gusti Allah (dalam Bahasa Jawa juga disebut pangeran [Tuhan]) dengan ungkapan, “Nyuwuna marang Gusti Allah, percaya Gusti Allah ora sare.” (Memohonlah kepada Tuhan, percayalah bahwa Tuhan tidak tidur).
                Karena Tuhan memiliki sifat Maha Mengetahui, Maha Memberi, dan memiliki sifat tidak tidur, maka orang Jawa meyakini bahwa pengaduan atau permohonan kepada-Nya akan selalu di dengar dan karenya akan mendapat pertolongan serta jalan keluar dari-Nya. Oleh sebab itu,orang-orang tua sering berpesan agar dalam menjalani hidup, baik ketika menhadapi penderitaan ataupun memperoleh kebahagiaan, ora kendhat nyenyuwun marang pangeran (tidak berhenti untuk memohon kepada Tuhan).
                Di samping itu ungkapan Gusti ora sare (Tuhan tidak tidur) memiliki nuansa persuasif agar seseorang selalu berhati-hati sebelum berbuat. Ia perlu memikirkan apakah tindakan yang akan dilakukannya berpengaruh abik atau buruk, baik terhadap dirinya maupun orang lain. Bahkan, seseorang perlu berpikir cermat sebelum bertindak:  apakah rencana yang akan dilakukannya menyalahi aturan Tuhan (ajaran agama), apakah tindakannya termasuk halal atau haram, baik atau buruk, haq atau bathil.
                Selanjutnya, ungkapan Jawa itu berhubungan dengan keyakinan bahwa apapun tindakan kita haruslah ditujukan untuk memenuhi kewajiban kita sebagai umat ciptaan Tuhan, baik tindakan yang bersifat individual, sosial, maupun relijius. Kita tidak lagi sepenuhnya mengharapkan ukuran baik-buruk atas dasar segi fisik belaka, melainkan juga dari segi norma-norma keTuhanan. Oleh karenya, seseorang tidak perlu terjebak pada sikap apakah tindakannya mendapat penghargaan atau pangalembahan (sanjungan) dari orang lain. Semua itu hendaknya diserahkan kepada kebesaran dan kebijakan Tuhan. Tindakan kita bisa jadi tidak disenangi oleh orang lain, padahal tindakan itu sesungguhnya memang harus kita lakukan. Jika tidak sudah meyakini bahwa Gusti ora sare, maka kita seharusnya semakin takut untuk berbuat hal-hal yang menyimpang dari norma-norma kebaikan, ataupun untuk nalisir saka bebener (menyimpang dari kebenaran).