Sabtu, 02 Mei 2015

Aja Cedhak Kebo Gupak



                Dalam pandangan masyarakat jawa, watak, perbuatan atau kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pergaulan, atau sebagai akibat dari komunikasi dengan orang lain. Oleh sebab itu, orang jawa memiliki pertimbangan yang sangat hati-hati dalam memilih teman pasrawungan (pergaulan). Jika bergaul dengan orang berperilaku baik, kemungkinan besar dirinya akan berkembang menjadi pribadi yang baik. Sebaliknya, jika bergaul dengan orang berperangai buruk atau jelek, seseorang cenderung akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik. Contoh gamblangnya: jika bergaul dengan pencuri, permapok, pembunuh, koruptor, pemeras, pemberontak, dan sejenisnya, maka seseorang akan memiliki watak sebagai pencuri, perampok, pembunuh, koruptor, pemeras, pemberontak, dan sebagainya.
                Sejalan dengan itu, ungkapan witing tresna jalaran saka kulina juga memiliki relevansi dalam upaya pembentukan perilaku seseorang akibat pergaulan. Awalnya, seseorang mungkin ,merasa kaku atau kikuk sewaktu bergaul dengan orang-orang berperangai buruk. Akan tetapi lama-kelamaan, ia akan terbiasa, dan akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari orang-orang yang melakukan kejahatan. Di samping itu, seperti layaknya arus kejahatan, sesuatu yang buruk cenderung lebih mudah merasuk ke dalam pikiran. Dan sudah lazim dan terbukti bahwa orang-orang yang melakukan tindak kejahatan biasanya memiliki ikatan yang sangat kuat. Oleh karena itu, jika telah memasuki jaringan orang-orang “abnormal” (kelompok pelaku kejahatan), tidak mudah untuk melepaskan diri dan kembali ke jalur hidup yang “normal” (kebaikan).
                Berdasarkan hal itu, perlulah seseorang memilih pergaulan hidup yang sebaik-baiknya. Jika hendak berorientasi untuk tumbuh dan berkembang pada perilaku yang baik, atau perilaku yang “normal” (tidak melanggar norma etika, hukum, agama, sesial, dan kebangsaan), tidak ada pilihan lain kecuali mencari orang-orang yang berperangai baik (bagus dan cantik perilakunya) sebagai teman pergaulan. Oleh sebab itu, orang-orang tua dan orang-orang arif tempo dulu menasehati dengan anjuran aja cedhak kebo gupak (jangan dekat kerbau kotor). Sebenarnya, ungkapan ini tidak hanya berfungsi sebagai anjuran, akan tetapi sebagai larangan. Ini terlihat dari dipakainya kata aja (tidak). Kebu gupak (kerbau kotor) merupakan lambang orang-orang berperangai buruk. Dengan demikian, maksud larangan itu adalah, kita jangan mendekati orang-orang berperangai buruk dengan harapan agar kita tidak tertulari keburukannya. Nasihat itu juga tertera dalam serat wulangreh karya sunan pakubuwana IV, seperti dikutip berikut ini.
Yen wis tinitah wong agung
Aja sira nggunggung dhiri
Aja leket lan wong ala
Kang ala lakunireki
Nora wurung ngajak-ajak
Satemah anunulari

Yen wong anom opan wus tamtu
Manut marang kang ngadhepi
Yen kang ngadhep akeh bangsat
Ora wurung bisa juti
Yen kang ngadhep keh durjana
Nora wurung bisa maling

                Di saming itu, ada ungkapan yang lain yang memiliki maksud yang sama dengan ungkapan aja cedhak kebo gupak, seperti aja cedak kirik gudhigen (jangan dekat anak anjing kudisan), aja cedhak celeng boloten (jangan dekat babi rusa boloten), kirik gudhigen (anak anjing kudisan) adalah lambang orang yang jahat. Celeng boloten merupakan gambaran orang berperilaku kotor (bolot adalah kotoran yang melekat pada tubuh). Larangan dekat dengan celeng boloten dimaksudkan agar tidak tertular perilaku kotor tersebut. Oleh sebab itu, agar tidak tertular gudhik (kudis), kita tidak boleh mendekati kirik gudhiken.
                Hikmah yang dapat dpetik dari ungkapan-ungkapan di atas adalah perlunya berhati-hati dalam memilih teman bergaul. Jika ingin memiliki perilaku yang baik, maka harus berkawan dengan orang baik. Dan jika seseorang berharap memiliki watak-watak yang baik, maka jangan bergaul dengan orang-orang berperilaku buruk. Watak-watak baik itu yakni lembah manah (rendah hati), tepa slira (tenggang rasa), perwira (perwira), dan memayu hayuning bawana (menjaga keselamatan dunia atau kehidupan) melalui tindakan memangun karyenak tyasing sesama (mengupayakan agar orang lain senang hatinya) serta lelabuhan (pengorbanan) kita. Secara simbolik (perlambang), jika ingin memiliki watak yang bagus dan cantik, maka aja sedhak kebo gupak atau aja cedhak kirik gudhigen. Siapa yang dekat dengan kerbau kotor atau kirik gudhiden, cepat atau lambat pasti ia akan menjadi kotor, atau dirinya akan menjelma menjadi kebo gupak atau kirik gudhigen.


Ahmad Ariefuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar