Minggu, 10 Mei 2015

Lembah Manah lan Andhap Asor




                Ungkapan ini terkat sikap hidup orang jawa dalam menjaga hubungan sosial dengan orang lain. Untaian kata tersebut terdiri atas kata lembah (rendah), manah (hati- bentuk krama dari kata ati [hati]), lan (dan), andhap (rendah- bentuk krama dari kata sendhek [rendah]), dan asor (hina, rendah [bawah]). Sebagai untaian kata yang sudah maton (tetap, ajeg), ungkapan itu tidak lazim di uabh menjadi bentuk ngoko sehingga menjadi lembah ati atau endhek ati, karena tidak pas dan tidak mengungkapkan makna yang semestinya. Ungkapan itu harus tetap di ucapkan lembah manah atau andhap asor (rendah hati).
                Sebenarnya, lembah manah dan andhap asor itu sama maknanya, yakni rendah hati. Keduannya di hadirkan bersama-sama sebagai bentuk pernyataan atas pentingnya sikap rendah hati. Pemakaian dua kata atau kelompok kata yang sama maknanya semacam itu lazim di lakukan oleh masyarakat jawa, seperti adanya pemakaian widada basuki, japa mantra, lara papa, rila legawa, lulus raharja, dan sebagainya.
                Sikap hidup andhap asor atau lembah manah (rendah hati) menjadi aspek penting dalam budaya jawa. Hal itu dibuktikan dengan adanya beberapa ungkapan yang intinya menasehatkan agar siapapun memiliki watak rendah hati, tidak congkak (tinggi hati), seperti ungkapan aja adigang adigung adiguna (jangan menyombongkan kedudukan, kekuatan, kepandaian), ngerti empan papan (mengerti situasi dan kondisi), aja seneng lamun ginunggung ( jangan senang jika disanjung), ora serik lamun diina (jangan marah jika dihina), ngalah ora ateghes kalah (mengalah tidak berarti kalah), dan sebagainya.
                Pentingnya sikap rendah hati juga terkait dengan ajaran budaya jawa yang mengakui bahwa segala yang kita miliki adalah titipan Gusti Allah (Tuhan), termasuk harta dan nyawa. Masyarakat jawa menyakini bahwa semua yang dimiliki oleh seseorang hanyalah titipan sehingga hanya sementara bersamanya. Keyakinan itu tercermin dalam ungkapan bandha titipan, nyawa gandulan (harta sebagai titipan dan nyawa sebagai pinjaman). Dalam pandangan jawa, harta yang dimiliki, kedudukan yang di emban, nyawa dalam tubuh bukanlah hak milik sepenuhnya, tetapi sebagai titipan atau gandhulan. Sebagai layaknya titipan, seseorang harus rila (iklhas) jika sewaktu-waktu semua itu di ambil oleh yang memilikinya, yakni Tuhan.


Ahmad Ariefuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar